Delayota aka SMA merpati.. pluralisme.
Mak ser pas baca pdf ini, disamping gue salah satu anak canteen, ini cukup mewakili SMA gue ni ehehe .. silahkan dibaca ye :d Guue cuma ambil yang bagian cbz nya doang :3 nih ehehe..
Studi ini paling tidak telah menunjukkan bagaimana
kecenderungan dominasi cara pandang tertentu terhadap anak
muda Muslim ditandingi, dilawan, dipermainkan, dipertanyakan,
dan akhirnya, dengan caranya sendiri, ditolak oleh mereka.
delayota
aka SMA merpati.. pluralism
Selain itu, kasus SMUN Merpati
juga menunjukkan ihwal yang berbeda dari kedua sekolah menengah umum di atas.
Sikap keterbukaan sekolah untuk mewadahi keragaman ekspresi para siswanya
seperti kelompok Graviti, geng sekolah seperti CBZ sampaiRohis an Nahl telah
membuat suasana sekolah lebih dinamis danRohis tidak menjadi dominan. Kasus
berubahnya kegiatan “Simusa”yang dulunya dikelola oleh Rohis untuk menarik
minat siswasiswiMuslim di lingkungan SMUN Merpati menjadi “SepedaDakwah” yang
melibatkan semua siswa dari berbagai agama disekolah tersebut juga memberikan
contoh bagaimana ruang public sekolah selalu dinegosiasikan dan dikontestasikan
oleh para siswa.
CANTEEN BOYS KEHADIRAN SUARA ALTERNATIF
Canteen Boyz: Kehadiran Suara
Alternatif
Di suatu sore pukul 16:00 WIB,
peneliti telah membuat janji untuk bertemu dengan salah seorang “pentolan” geng
sekolah SMUN Merpati, Tarto. Suasana sekolah masih tampak ramai dengan aktivitas
siswa yang mengikuti ekskul dan yang terlihat bersantai sambil bercengkrama
dengan teman-temannya di bangku-bangku taman sekolah. Tidak berapa lama
kemudian, tiga orang siswa dengan baju seragam yang dikeluarkan dari celana
tampak menuju ke bangku taman sekolah, di mana kami telah membuat janji untuk bersua
sore itu. Peneliti menduga salah satu dari ketiga siswa tersebut adalah Tarto.
Peneliti pun langsung menyambut kedatangan mereka dan mengenalkan diri. Setelah
itu, Tarto mengenalkan kedua temannya yang sengaja ia ajak untuk ikut mengobrol
dengan peneliti sore itu: Fandi dan Firdaus. Mereka adalah siswa SMUN Merpati
yang tergabung di CBZ. Tarto menceritakan kalau CBZ pada awalnya adalah
anakanak SMUN Merpati yang sering berkumpul di kantin belakang sekolah SMUN
Merpati, yaitu di kantin Bu Wien, pada tahun 2000. Mereka biasanya berkumpul
pada saat istirahat pelajaran dan setelah pelajaran usai. “Kami kumpul biasa,
nongkrong, gojek. Mural di SMUN Merpati 78 Politik Ruang Publik Sekolah Biasanya
saat istirahat dan pulang sekolah,” papar Tarto. Dari kumpul-kumpul inilah
tercetus nama Canteen Boyz yang mereka singkat dengan nama CBZ. Sesuai dengan
namanya, hampir semua anak yang suka “nongkrong” di kantin Bu Wien ini adalah
siswa laki-laki. “Pertemanan di CBZ sangat erat, itu yang membuat saya nyaman
di CBZ,” papar Tarto, Fandi dan Firdaus. Belakangan nama CBZ sering dikaitkan
dengan sebuah kelompok geng sekolah di lingkungan SMUN Merpati. Menurut Maira,
memang pada awalnya kegiatan anak-anak CBZ hanyalah kumpul-kumpul dan merapikan
kantin, lalu kemudian berkembang pada hal-hal negatif di lingkungan sekolah, seperti
merokok dan minum-minuman keras. Senada dengan Maira, Alfian menyebutkan bahwa
di kalangan guru SMUN Merpati berkembang anggapan bahwa anak CBZ itu jelek dan
kelompok ini harus dihapuskan di lingkungan sekolah karena perilaku negative. tersebut.
Menurut Alfian, sekolah bahkan telah berusaha membatasi
pengaruh CBZ ketika acara MOS (Masa Orientasi Siswa) berlangsung, yaitu dengan mengadakan seminar
tentang CBZ. Di situ
dijelaskan tentang apa itu CBZ dan juga mengundang pembicara untuk mendiskusikan masalah
moralitas di sekolah. Guru
juga berpesan agar siswa baru tidak mencontoh perilaku anak-anak ini. Meskipun demikian, Tarto, Fandi dan Firdaus
mengatakan bahwa mereka bukanlah kumpulan
anak-anak nakal melainkan anak-anak
kreatif di lingkungan SMUN Merpati. “Banyak ekskul baru di lingkungan SMUN Merpati yang lahir
dari ide-ide anak CBZ,
seperti futsal, volley, graviti dan lain-lain. Bahkan di semua ekskul ada anak-anak CBZ termasuk di Rohis
an-Nahl sendiri,” cerita
Tarto. Beberapa siswa yang kami wawancara bahkan menyebutkan bahwa anak-anak CBZ orangnya
asyik-asyik, cukup tahu
diri, dan juga bisa menempatkan diri di segala situasi. Alfian siswa SMUN Merpati yang aktif di ekskul
Tonti, Teater dan Debat Bahasa Inggris, mengatakan
bahwa anak-anak CBZ adalah
anak-anak yang wawasannya terbuka dan kritis. Selain itu, keberadaan mereka tampak jadi penolong
saat ada geng dari sekolah
lain yang ngedrop atau melempari batu dan mengajak tawuran anak-anak SMUN Merpati. Selaras dengan
Alfian, Maira mengatakan kalau anak CBZ adalah anak
yang friendly dan mau membantu
siswa lain. Saat kami bertanya ke Kepala Sekolah SMUN Merpati
mengenai eksistensi geng di SMUN Merpati ini, Kepala Sekolah dengan santai mengatakan, “Saya
menyatakan, ‘silakan kalau
mereka membentuk geng tapi syaratnya satu, jangan sampai negatif dan merugikan sekolah.’ Kalau ada yang
negatif, harus diberi pembinaan.” Secara umum
kecenderungan siswa di SMUN Merpati terbagi ke dalam beberapa kelompok. Alfian menyebutkan
di SMUN Merpati ini siswa terbagi ke “sayap
kanan” dan “sayap kiri”. “Sayap kanan”
merupakan tipe-tipe anak-anak OSIS dan Rohis. Sedangkan “sayap kiri” identik dengan CBZ. Menurut
Farhan, variasi kecenderungan
siswa tidak hanya “kanan” dan “kiri” melainkan lebih luas dari itu, seperti ada yang “tengah-tengah”,
yang tidak mendukung kelompok manapun, dan tidak
menolak kelompok manapun.
Juga, ada yang disebut “semi”, yaitu siswa yang suka bergaul dengan anak belakang tapi tidak
sepenuhnya terjun total
dalam
kegiatan CBZ. Terlepas dari itu semua, Farhan yang juga pernah menjadi anggota
Majelis Perwakilan Kelas (MPK) mengatakan bahwa SMUN Merpati kaya dengan latar
belakang, sehingga tidak ada dominasi satu pandangan atas pandangan yang lain. “Kita
harus saling menghargai perbedaan yang ada di sekolah ini,” katanya.
mau baca lengkap ? download di http://crcs.ugm.ac.id/files/91Monograf%20Jogja.pdf , peneliti mencompare 3 sekolah favorit di DIY ini gan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar